The Hunger Game (2012)
Cast : Jennifer Laurence , Josh
Hutchinson
Director : Gary Ross
Jennifer Laurence sudah pasti
adalah satu dari aktris terbaik di generasi nya (bahkan mungkin terbaik dari
yang terbaik), setelah unjuk diri di film indie murah yang mengantarkannya ke
nominasi oscar di Winter’s Bone, Ia
ikut ambil bagian untuk membangun kembali franchise x-men yang sebelumnya
dihancur leburkan oleh Wolverine.Kini dalam sebuah film
adaptasi novel karangan suzane collin berjudul sama, yang sepertinya digarap
mengikuti kesuksesan Twilight, dan bekerja dibawah arahan Gary Ross
(Seabiscuit), Jeniffer kembali mengukuhkan talentanya sebagai calon bintang
besar di masa depan, dalam film yang menurut saya adalah film terbaik di 2012
yang telah saya tonton, mengalahkan The Avenger dan The Dark Knight Rises,
dengan satu alasan sederhana, feel yang jauh lebih terasa erat dengan sang
karakter dibanding dua film diatas.
Alkisah
disebuah negeri (masa depan kayanya), di “kahyangan” atau tempat para penguasa
dan orang-orang kaya berada, mereka mengadakan sebuah festival tahunan berisi
sekumpulan anak muda berusia 12-18 tahun yang nanti ditempatkan dalam sebuah
arena untuk kemudian saling membunuh satu sama lain untuk mencari satu pemenang
pada akhirnya.Para peserta tersebut diambil dari rakyat jelata yang berasal dari
12 district (setiap daerah mengirimkan satu pria dan satu wanita ), dimana
festival ini dibuat untuk memberi peringatan kepada para rakyat jelata untuk
tidak berani memberontak kepada para penguasa seperti yang pernah dilakukan dan
menyebabkan district 13 musnah.
Katnis
Everdeen (Jennifer Laurence) adalah seorang gadis muda yang tinggal di district
12 (yang merupakan district termiskin) bersama adiknya prim everdeen semenjak
kematian ayahnya, sialnya adiknya ternyata terpilih menjadi salah satu peserta
atau disebut tribute.Bersama Peeta (Josh Hutchinson), seharusnya prim maju
menjadi kandidat, namun Katnis kemudian mengajukan diri untuk menjadi pengganti
Prim demi keselamatan adiknya.Kini pasangan anak muda ini harus turun kesebuah
belantara untuk belajar membunuh agar dapat kembali ke kampung halaman mereka.
Sebelumnya
perlu saya katakan bahwa saya belum pernah membaca novelnya, sehingga review
ini murni dari sudut pandang filmnya
saja .Sebenarnya premis yang di usung film ini sangatlah sederhana, dua
orang yang terpilih kemudian harus mempersiapkan diri dan kemudian mengadu
nyawa di sebauh turnamen, tanpa harus menspoiler, rasa-rasanya penonton pun
juga bakal tahu bagaimana akhir kisah ini bukan ?, so what makes this movie
special ? lets talk about it one by one
Yang
pertama adalah karakterisasi yang sangat kuat dari karaker Katnis Everdeen yang
dimainkan dengan baik oleh Jennifer Laurence.Kita bisa merasakan bagaimana
karakter Katniss tumbuh mengalami berbagai fase pertumbuhan emosi secara
alamiah, dari seorang gadis muda (yang emang jago panah ) dan seorang kakak
yang baik, kemudian “terjebak” dalam situasi yang tidak diinginkan, namun
kemudian harus mau merubah dirinya menjadi pribadi yang lebih kuat agar bisa
selamat sampai ke akhir.Tanpa mengesampingkan semua aktor pendukung (Woody
harelson, Stanley Tucci, Josh Hutchinson, Elizabeth bank, Wes Bentley, Donald
Sutherland) yang juga bermain apik, semua nyawa film ini benar-benar berada di
penampilan brilian seorang Jennifer Laurence, dan Katniss Everdeen niscaya
menjadi seorang karakter yang akan tumbuh menjadi favorite dari para
penontonnya.
Yang
kedua adalah settingnya, dengan Budget yang katanya tinggi untuk ukuran sebuah
studio kecil seperti Lionsgate, hasilnya benar-benar maksimal dan memanjakan
mata.Dengan gaya pakaian yang nyentrik dan tata bangunan yang megah, kota para
penguasanya benar-benar mampu dibikin kontras dengan kondisi district yang ada.
Satu
yang tak lupa terpuji adalah scoring yang indah dan mendayu-dayu, namun tidak
cengeng, berhasil mengajak penontonnya ikut merasakan bagaimana suasana hati
para karakter, yang mana sekali lagi membuat para karakter menjadi sangat
terhubung dengan penonton.Jujur saja, ketika mendengat scoring nya, dan setting
nya yang dihutan-hutan, mau tak mau pikiran langsung melayang ke film twilight,
namun ketika twilight tidak memberikan kesan apapun, Scoring THG mampun
merangkul hati penonton yang mendengarnya ( setidaknya sih buat saya ).
Satu
hal yang sangat membekas di hati saya adalah betapa kuatnya sindiran sosial
yang ada di cerita ini ( thanks to you suzzane collin )..bagaimana festival ini
diadakan sebagai sebuah acara tonton (tv life) dan ditonton oleh para
“penguasa” yang mengklaim dirinya beradab.Bagaimana setiap tribute/peserta
disiapkan dengan baik, dipoles dengan diberikan fasilitas dan makanan mewah
yang tidak pernah dapatkan sebelumnya di district asal mereka, untuk kemudian
di adu untuk saling membunuh disaksikan dengan tawa-tawa gembira dari para
penontonnya disebuah layar besar.Bukankah ini adalah salah satu cerminan
“keberadaban” yang ada dijaman sekarang ?
Bandingkan
dengan acara reality show yang sekarang banyak beredar distasiun televisi yang sepertinya disindir oleh THG, berkedok
acara pemberian bantuan kepada kalangan miskin, namun dengan syarat
“membongkar” habis profil kemiskinan para penerima bantuan tersebut, dan juga
tak lupa mengeksploitasi lugunya reaksi para rakyat jelata ketika menerima fasilitas mewah yang mereka
terima walau hanya dalam sekejab.
Atau
dalam keadaan sehari-hari, ketika banyak tawaran untuk menceritakan pengakuan
akan aib, dengan pendekatan seolah-olah ikut prihatin, namun sebenarnya adalah
kedok untuk memuaskan diri sendiri untuk mengetahui dan melihat aib dari orang lain.Bukankah itu
semua adalah ciri dari kata-kata “beradab”yang diagung-agungkan oleh masyarakat
bukan ?
Kekurangan
dari film ini adalah karena ratingnya yang pg 13 , sehingga mungkin tidak terlalu bisa memuaskan
keinginan para penonton yang lebih menginginkan pertarungan yang lebih epik dan
berdarah.Dan Chemistry yang antara Jennifer dan Josh Hutchinson yang tidak
terlalu terasa sebagai pasangan, walaupun ini masih dapat diperdebatkan karena
cerita ini kedepannya akan dibikin trilogy, sehingga masih belum terterbak
apakah Katnis dan Peeta benar-benar merupakan pasangan atau hanyalah
berpura-pura semata demi keperluan kepuasan para penontonnya.
Overall,
Walaupun menonton film ini sangatlah terlambat, namun bagi saya, THG
meninggalkan kesan yang lebih kuat daripada ketika menonton The Avenger dan
TDKR, sehingga sampai saat ini, THG
berada pada posisi teratas sebagai film terbaik yang sudah saya saksikan
di 2012.
3 komentar:
Lawrence for Oscar this yeaaaaaaaaaaar !!!!!!
haha..still waiting for another contender...
biasa ah filmnya.,alurnya niru battle royale..
Posting Komentar