Selasa, 04 September 2012

THE HUNGER GAMES (2012)








The Hunger Game (2012)
Cast : Jennifer Laurence , Josh Hutchinson
Director : Gary Ross

               Jennifer Laurence sudah pasti adalah satu dari aktris terbaik di generasi nya (bahkan mungkin terbaik dari yang terbaik), setelah unjuk diri di film indie murah yang mengantarkannya ke nominasi oscar di Winter’s Bone, Ia ikut ambil bagian untuk membangun kembali franchise x-men yang sebelumnya dihancur leburkan oleh Wolverine.Kini dalam sebuah film adaptasi novel karangan suzane collin berjudul sama, yang sepertinya digarap mengikuti kesuksesan Twilight, dan bekerja dibawah arahan Gary Ross (Seabiscuit), Jeniffer kembali mengukuhkan talentanya sebagai calon bintang besar di masa depan, dalam film yang menurut saya adalah film terbaik di 2012 yang telah saya tonton, mengalahkan The Avenger dan The Dark Knight Rises, dengan satu alasan sederhana, feel yang jauh lebih terasa erat dengan sang karakter dibanding dua film diatas.
            Alkisah disebuah negeri (masa depan kayanya), di “kahyangan” atau tempat para penguasa dan orang-orang kaya berada, mereka mengadakan sebuah festival tahunan berisi sekumpulan anak muda berusia 12-18 tahun yang nanti ditempatkan dalam sebuah arena untuk kemudian saling membunuh satu sama lain untuk mencari satu pemenang pada akhirnya.Para peserta tersebut diambil dari rakyat jelata yang berasal dari 12 district (setiap daerah mengirimkan satu pria dan satu wanita ), dimana festival ini dibuat untuk memberi peringatan kepada para rakyat jelata untuk tidak berani memberontak kepada para penguasa seperti yang pernah dilakukan dan menyebabkan district 13 musnah.
            Katnis Everdeen (Jennifer Laurence) adalah seorang gadis muda yang tinggal di district 12 (yang merupakan district termiskin) bersama adiknya prim everdeen semenjak kematian ayahnya, sialnya adiknya ternyata terpilih menjadi salah satu peserta atau disebut tribute.Bersama Peeta (Josh Hutchinson), seharusnya prim maju menjadi kandidat, namun Katnis kemudian mengajukan diri untuk menjadi pengganti Prim demi keselamatan adiknya.Kini pasangan anak muda ini harus turun kesebuah belantara untuk belajar membunuh agar dapat kembali ke kampung halaman mereka.
            Sebelumnya perlu saya katakan bahwa saya belum pernah membaca novelnya, sehingga review ini murni dari sudut pandang filmnya  saja .Sebenarnya premis yang di usung film ini sangatlah sederhana, dua orang yang terpilih kemudian harus mempersiapkan diri dan kemudian mengadu nyawa di sebauh turnamen, tanpa harus menspoiler, rasa-rasanya penonton pun juga bakal tahu bagaimana akhir kisah ini bukan ?, so what makes this movie special ?  lets talk about it one by one
            Yang pertama adalah karakterisasi yang sangat kuat dari karaker Katnis Everdeen yang dimainkan dengan baik oleh Jennifer Laurence.Kita bisa merasakan bagaimana karakter Katniss tumbuh mengalami berbagai fase pertumbuhan emosi secara alamiah, dari seorang gadis muda (yang emang jago panah ) dan seorang kakak yang baik, kemudian “terjebak” dalam situasi yang tidak diinginkan, namun kemudian harus mau merubah dirinya menjadi pribadi yang lebih kuat agar bisa selamat sampai ke akhir.Tanpa mengesampingkan semua aktor pendukung (Woody harelson, Stanley Tucci, Josh Hutchinson, Elizabeth bank, Wes Bentley, Donald Sutherland) yang juga bermain apik, semua nyawa film ini benar-benar berada di penampilan brilian seorang Jennifer Laurence, dan Katniss Everdeen niscaya menjadi seorang karakter yang akan tumbuh menjadi favorite dari para penontonnya.
            Yang kedua adalah settingnya, dengan Budget yang katanya tinggi untuk ukuran sebuah studio kecil seperti Lionsgate, hasilnya benar-benar maksimal dan memanjakan mata.Dengan gaya pakaian yang nyentrik dan tata bangunan yang megah, kota para penguasanya benar-benar mampu dibikin kontras dengan kondisi district yang ada.
            Satu yang tak lupa terpuji adalah scoring yang indah dan mendayu-dayu, namun tidak cengeng, berhasil mengajak penontonnya ikut merasakan bagaimana suasana hati para karakter, yang mana sekali lagi membuat para karakter menjadi sangat terhubung dengan penonton.Jujur saja, ketika mendengat scoring nya, dan setting nya yang dihutan-hutan, mau tak mau pikiran langsung melayang ke film twilight, namun ketika twilight tidak memberikan kesan apapun, Scoring THG mampun merangkul hati penonton yang mendengarnya ( setidaknya sih buat saya ).
            Satu hal yang sangat membekas di hati saya adalah betapa kuatnya sindiran sosial yang ada di cerita ini ( thanks to you suzzane collin )..bagaimana festival ini diadakan sebagai sebuah acara tonton (tv life) dan ditonton oleh para “penguasa” yang mengklaim dirinya beradab.Bagaimana setiap tribute/peserta disiapkan dengan baik, dipoles dengan diberikan fasilitas dan makanan mewah yang tidak pernah dapatkan sebelumnya di district asal mereka, untuk kemudian di adu untuk saling membunuh disaksikan dengan tawa-tawa gembira dari para penontonnya disebuah layar besar.Bukankah ini adalah salah satu cerminan “keberadaban” yang ada dijaman sekarang ?
            Bandingkan dengan acara reality show yang sekarang banyak beredar distasiun televisi  yang sepertinya disindir oleh THG, berkedok acara pemberian bantuan kepada kalangan miskin, namun dengan syarat “membongkar” habis profil kemiskinan para penerima bantuan tersebut, dan juga tak lupa mengeksploitasi lugunya reaksi para rakyat jelata  ketika menerima fasilitas mewah yang mereka terima walau hanya dalam sekejab.
            Atau dalam keadaan sehari-hari, ketika banyak tawaran untuk menceritakan pengakuan akan aib, dengan pendekatan seolah-olah ikut prihatin, namun sebenarnya adalah kedok untuk memuaskan diri sendiri untuk mengetahui dan  melihat aib dari orang lain.Bukankah itu semua adalah ciri dari kata-kata “beradab”yang diagung-agungkan oleh masyarakat bukan ?
            Kekurangan dari film ini adalah karena ratingnya yang pg 13 , sehingga  mungkin tidak terlalu bisa memuaskan keinginan para penonton yang lebih menginginkan pertarungan yang lebih epik dan berdarah.Dan Chemistry yang antara Jennifer dan Josh Hutchinson yang tidak terlalu terasa sebagai pasangan, walaupun ini masih dapat diperdebatkan karena cerita ini kedepannya akan dibikin trilogy, sehingga masih belum terterbak apakah Katnis dan Peeta benar-benar merupakan pasangan atau hanyalah berpura-pura semata demi keperluan kepuasan para penontonnya.
            Overall, Walaupun menonton film ini sangatlah terlambat, namun bagi saya, THG meninggalkan kesan yang lebih kuat daripada ketika menonton The Avenger dan TDKR, sehingga sampai saat ini, THG  berada pada posisi teratas sebagai film terbaik yang sudah saya saksikan di 2012.

3 komentar:

Anonim mengatakan...

Lawrence for Oscar this yeaaaaaaaaaaar !!!!!!

novry mengatakan...

haha..still waiting for another contender...

Anonim mengatakan...

biasa ah filmnya.,alurnya niru battle royale..